Kita tahu bahwa matahari memancarkan cahaya ke bumi. Sebelum sampai ke kita, cahaya harus melewati atmosfer bumi, yang kaya akan partikel kecil-kecil yang lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya itu sendiri. Nah, ketika gelombang cahaya datang mengenai partikel-partikel ini, ada sebagian cahaya yang diteruskan, ada juga yang dihamburkan ke berbagai arah (istilah kerennya: scattering). Nah, hamburan ini yang terlihat oleh kita. Menurut Rayleigh, intensitas cahaya yang dihamburkan berbanding terbalik dengan panjang gelombang, yaitu:
Cahaya matahari sendiri terdiri atas berbagai warna:
Berhubung warna biru memiliki panjang gelombang yang pendek, berarti intensitasnya lebih besar dibandingkan warna-warna lain. Berhubung warna ini lebih dominan, maka langit akan terlihat berwarna biru, seperti yang kita lihat sehari-hari.
Lalu, kenapa ketika senja langit berwarna merah? Ketika matahari berada di horizon, cahaya matahari yang sampai ke kita harus melewati lebih banyak partikel. Berarti cahaya warna biru semakin disebarkan kemana-mana. Ya,, sisanya tinggal cahaya merah-orange gitu. Makannya warna langit jadi kemerah-merahan.
Dan kenapa awal berwarna putih atau abu-abu? Karena partikel-partikel air di awan kira-kira seukuran dengan panjang gelombang. Untuk kasus ini, rumus om Rayleigh jadi kurang tepat. Akan lebih baik jika menggunakan pendekatan yang diajukan oleh Mie (nama ilmuwan, bukan nama makanan). Formulasi Mie ini rada rumit juga, tapi sih intinya, setiap warna akan dihamburkan oleh awan kurang lebih sama besar. Berarti, semua warna akan kita terima dan gabungan dari warna-warna itu akan menghasilkan cahaya putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar