21 Sep 2013

Legenda Danau Teluk Gelam

Pada zaman dahulu kala, dikawasan Marga Bengkulah yang sekarang menjadi daerah Kec.Tanjung Lubuk, ada sebuah kerajaan kecil yang dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana. Dia adalah Raja Awang yang mempunyai permaisuri bernama Putri Rajenah, berasal dari daerah Sugi Waras keturunan Arab yang dibawa oleh orang tuanya untuk menyebarkan Agama Islam.
Raja Awang yang dikenal oleh penduduknya baik dalam istana kerajaan maupun diluar istana sebagai seorang raja yang bijaksana dan ramah tamah. Raja Awang dalam perkawinannya bersama Putri Rajenah dikaruniai seorang putra yang bergelar Pangeran karena dia adalah pewaris tahta kerajaan. Sang pangeran diberi nama Tapa Lanang.
Dalam kesehariannya, kondisi kerajaan terasa damai dan tenteram, banyak kerajaan kecil lainnya yang bergabung dengan pemerintahannya. Hasil pertanian dan perkebunan dari wilayah kekuasaan Raja Awang banyak dibawa keluar kerajaan hingga kekawasan tanah Palembang.
Ratu Putri Rajenah dikenal sebagai sosok wanita yang cantik dan dekat dengan rakyatnya. Setiap ada acara di istana dia mengharuskan untuk mengundang rakyat masuk ke istana untuk ikut bersama dengan masyarakat dalam istana kerajaan. Kecantikan Putri Rajenah tersohor kemana-mana.
Suatu hari Putri Rajenah memanggil beberapa inang pengasuh untuk membicarakan hal ihwal yang saat itu merasuki dirinya. Beliau menderita suatu penyakit, dimana penyakit yang diderita beliau semakin hari semakin parah.
Sang raja pun mengutus hulu baling kerajaan untuk mencari tabib guna mengobati penyakit sang permaisurinya. Terkumpulah tabib terkenal dari berbagai penjuru, namun tak satupun yang mampu menyembuhkan sang permaisuri.
Suatu hari ketika bercanda gurau dengan putranya si Tapang Lanang, dimana kondisi tubuhnya saat itu semakin lemas. Dia memanggil para inang untuk menggotongnya kembali masuk kamar, melihat kondisi sang putri yang lemas, para inangpun khawatir dengan kesehatan beliau, lalu disela-sela ketegangan itu sang permaisuri menarik tangan putranya yang saat itu baru berusia tujuh tahun, sang putri pun sempat melontarkan pesan baik pada putranya dan para inang.
Sang putripun berkata, "Anakku..... seandainya ibu harus dipanggil sang Khalik, kamu harus tabah menghadapi dunia yang serba fana ini, kamu jangan menjadi manusia cengeng, kamu harus berani menghadapi berbagai tantangan hidup.”
Saat itu sang raja sempat mendengar apa yang diutarakan permaisurinya. Seakan dia mengetahui bahwa istrinya sudah diambang pintu kematian, dia tidak sempat berkata apa-apa, hanya air mata menetes perlahan membasahi pipinya yang tampak kuyu karena lelah dan selalu sedih melihat kondisi permaisuri yang tak kunjung sembuh.
Suatu hari dari istana berdatangan berbunyian telukup atau bunyi pertanda bahwa diistana telah terjadi sesuatu musibah, ternyata sang permaisuri telah meninggal, semua merasa sedih dan terharu karena telah kehilangan seorang ibu yang baik, ramah dan pengasih sesama rakyat.
Menjelang 40 hari meninggalnya sang permaisuri, Raja Awang menerima undangan dari suatu kerajaan di Pulau Jawa. Karena diharuskan membawa permaisuri, maka penasehat kerajaan memberi pandangan pada sang raja agar cepat mempersunting wanita sebagai pengganti permaisuri yang telah meninggal.
Karena waktu yang mendadak, maka sang raja harus jalan-jalan keluar istana. Pada saat itulah dia menemukan seorang wanita yang dianggapnya patut untuk mendampinginya untuk memenuhi undangan para raja-raja ditanah Jawa tersebut.
Setelah dia pulang ke istana dia menceritakan hal ihwalnya tersebut kepada para penasehat. Namun dari tujuh penasehat kerajaan ada satu yang menolak raja untuk mengawini wanita yang dimaksud. Karena dia mengetahui tabiat wanita tersebut, disamping dia seorang janda, dia juga mempunya seorang putra yang sebaya dengan sang pengeran. Dia khawatir bakal ada persaingan terhadap kedua anak tersebut, namun dia kalah suara dari 6 penasehat kerajaan lainnya, akhirnya Raja Awang harus menikahi wanita tersebut.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun dilalui tiada terasa, kehidupan dalam kerajaan nampak tiada perubahan, kedamaian tetap dirasakan, tanpa terasa usia perkawinan Raja Awang sudah mencapai 21 tahun.
Suatu hari, Solim putra tiri sang Raja Awang merasa iri melihat Pangeran Tapah Lanang, saudara tirinya mengenakan pakaian kebesaranan sebagai pangeran yang suatu saat dia akan menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, dan dia pun mulai menyusun strategi untuk memfitnah sang raja, dia mengatakan kepada sang raja bahwa sang pangeran telah berbuat mesum dengan perempuan anak petani diluar istana, padahal sang pangeran tidak pernah keluar istana semenjak ibundanya meninggal.
Dengan memperlihatkan bukti noda darah dikain yang dikatakannya bahwa darah tersebut adalah darah keperawanan sang wanita yang dimaksudnya.
Melihat kenyataan itu, sang raja yang selama ini dikenal bijak dan arif, berubah menjadi sangat murka, dengan kasar dan kejam dia menyiksa putra kandungnya, bahkan dia mengusirnya keluar meninggalkan istana.
Sebelum Pangeran Tapah Lanang meninggalkan pintu istana, ia sempat diantar beberapa orang pengawal istana, termasuk para inang yang mengasuhnya sejak kecil. Pangeran memohon kepada hulu balang dan inang, untuk menemaninya mampir dipusara sang ibundanya. Betapa haru dan sedihnya para pengantarnya melihat sang pangeran dengan lembut mengelus pusara bundanya dengan isak tangis yang memilukan.
Lalu, sang Pangeran mengembara entah kemana dia akan pergi, berhari-hari dia menelusuri hutan belukar, akhirnya dia singgah pada sebuah talang yang sekarang disebut dengan daerah Talang Pangeran. Didaerah tersebut sang pangeran masih damai hidup sendiri karena dalam istana dia selalu bermain dengan berbagai jenis hewan, maka sang pangeran tidak merasakan kesepian, karena banyak hewan yang hidup disekelilingnya.
Suatu hari Ia berjalanmeninggalkan talang tersebut untuk mencari tahu daerah lain yang dianggapnya dapat memberi kehidupan yang layak. Setelah melewati perjalanan yang jauh, sang pangeran tiba di sebuah kawasan rawa, disana dia melihat ada sebuah gubuk yang hanya disangga tiga batang tiang penyanggah.
Gubuk itu dihuni oleh seorang wanita yang dianggapnya aneh, karena setiap dia mendekati gubuk tersebut, sang penghuninya tidak pernah menampakkan wajahnya, dimana wajah itu selalu ditutupi dengan rambut yang tebal dan panjang hinggah ke tanah.
Karena ingin tahu rupa wajah sang wanita tersebut, maka sang pangeran mengambil kepingan batok kelapa yang kemudian dilemparkannya kearah gubuk yang saat itu si wanita sedang duduk di anak tangga.
Mendengar suara berdetak menerpa dinding gubuknya, tanpa sadar wanita tersebut mengibaskan rambutnya. Saat itu sang pangeran bukan main terkejutnya ketika melihat wajah si wanita betapa buruk dan menakutkan, namun tiada lain dihutan tersebut pangeran tetap mendekat, disamping dia ingin tahu secara detail siapa wanita itu, dan dia juga berniat untuk memperistrinya.
Berbulan lebih mereka hidup sebagai sahabat, namun belum pernah sang pangeran menyentuh tubuh wanita tersebut. Suatu ketika seakan ada ghaib yang membisikan pada sang pangeran agar dia mendekap sang wanita itu dari belakang, hal itupun dilakukan oleh sang pangeran, saat itu bertepatan dengan suara gemuruh halilintar yang menamparkan kemilau sinar api. Saat itu juga wanita membalikan tubuhnya menghadap kearah sang pangeran, namun rambut panjang si wanita masih menutupi wajahnya, karena persahabatan mereka berdua sudah kian akrab, tanpa segan sang pengeran mengelus rambut sang wanita dan menyibakkannya. Betapa terkejutnya sang pangeran ketika melihat wajah wanita yang dikenalnya sangat buruk dan menakutkan telah berubah menjadi wajah yang sangat cantik jelita.
Dan sang pangeran pun berlari kedekat kubangan babi yang berisi air, dan diapun mengambil air tersebut dengan belahan tempurung kelapa, dibawanya kehadapan sang wanita tersebut dan menyuruh wanita itu untuk melihat wajahnya dari air  tersebut. Ketika sang wanita melihat wajahnya dan dia pun  terkejut, karena wajahnya telah kembali baik sedia kala. Lalu si wanita tersebut mengucapkan terima kasih kepada sang pangeran.
Sesudah dia mengucapkan terima kasih ke sang pangeran, si wanita pun menceritakan masa lalunya kepada sang pangeran. Ternyata wanita tersebut adalah anak raja dari kerajaan kecil yang ada di wilayah Kuto Besi yang saat ini masuk dikawasan Lempuing.
Dia juga diusir oleh ayahnya, karena difitnah para inang pengasuh kerajaan bahwa dia (Sang Putri) telah melakukan zinah diluar pernikahan. Karena perbuatan tersebut aib bagi kerajaan, maka sang raja menyuruh si penyihir untuk merubah wajah sang putri agar menjadi buruk dan menakutkan, setelah itu sang putripun dibuang ke hutan belantara oleh si penyihir putri raja, kini wajahmu telah buruk dan menakutkan. Wajah aslimu akan kembali. Si penyihir pun berjanji, “tubuhmu disentuh oleh orang yang bukan muhrimmu, dan kecantikanmu akan kembali utuh bila lelaki yang menyentuhmu bersedia untuk mengawinimu.”
Lalu, sang putripun memberitahukan kepada sang pangeran, bahwa dirinya diberi nama oleh ayahnya Putri Gelam.
Sejak itulah mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang kemudian dari hasil perkawinan mereka dikaruniai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan, dan kehidupan mereka pun dipenuhi oleh kegiatan bercocok tanam. Kadangkala Pangeran Tapah Lanang membawa hasil kebun mereka ke desa-desa terdekat untuk ditukar dengan kebutuhan yang lain. Demikian keseharian mereka yang selalu disibukkan oleh kegiatan keluar masuk desa untuk menukarkan hasil kebun mereka. Hasil perkebunan dari Pangeran Talang Lanang sangat menjanjikan, hingga diketahui oleh orang lain.
Suatu hari, gubuk mereka kedatangan tamu tak diundang, untuk merampas semua hasil kebun yang berada dibawah gubuk mereka. Saat itu pangeran dan isterinya sedang sibuk menanam kelapa dikebun, sementara kedua anaknya ditinggal didalam gubuk. Setelah kedua anak itu melihat dan menyaksikan si perampok menggasak hasil kebun mereka, anak itu pun berusaha melarikan diri dan meninggalkan pondok dengan berupaya terjun dari pondok. Namun sekawanan perampok tersebut sigap, dan akhirnya anak laki-laki dari pangeran dan sang putri tertangkap, sedangkan anak perempuannya berlari sekencangnya masuk kedalam hutan.
Anak laki-laki itupun sempat meronta dan menjerit untuk meminta pertolongan, dan sang perampok dengan kasar menyiksa hingga anak tersebut tewas, dan jasadnya pun dibuang pada bekas kubangan babi yang tidak jauh dari pondok mereka.
Beberapa perampok masih ada dipondok mereka untuk menikmati apa saja yang ada dan yang bisa mereka makan. Ketika kawanan perampok sedang menikmati semua itu, sang pangeran dan istrinya pun pulang. Betapa geramnya sang pangeran ketika melihat pondoknya telah berantakan, tanpa basa-basi lagi, sang pangeran pun langsung menyerang para perampok, dan terjadilah pertarungan yang sangat sengit, sementara itu putri Gelam pun sibuk mencari dan memanggil putra putri mereka.
Satu persatu pun para perampok tumbang ditangan pangeran. Setelah semuanya mati terbunuh, pangeran ingat akan putra putrinya, diapun berlari kesana kemari sambil memanggil anak-anaknya, namun apa yang terjadi, seketika pangeran terperangah, melihat sosok putranya telah terkapar bersimbah darah.
Setelah mengetahui putranya tak bernyawa lagi, pangeranpun langsung menangis sejadi-jadinya, tanpa dihiraukannya lagi jasad putranya. Dia terhuyung kesana kemari sambil menjerit, dan akhirnya dia tersungkur pada tanah bekas kubangan babi. Tangisnya kian menjadi, air mata yang mengucur tiada henti menggenangi tanah berlubang bekas kubangan babi tempat dia tersungkur, lama-lama kian membanjiri dan menenggelamkannya. Dimana saat itu tubuh sang pangeran hanya terlihat bagian kepala saja. Saat itu istrinya berupaya untuk menarik rambut suaminya, namun seakan ada magnet yang menyeret tubuh pangeran hingga terhisap didalam genangan air yang kian membesar, dan putri Gelampun terlempar dan tersangkut pada pepohonan.
Suatu keajaiban pun terjadi, kubangan babi itu meluas hingga membentuk sebuah danau, dan munculah sosok yang menjelma seeokor ikan besar sebagai jelmaan dari tubuh sang pangeran, sementara sosok putri Gelam yang tersangkut dipepohonan menjelma sebagai seekor burung putih berleher panjang.
Tahun terus berganti, setiap bulan purnama terjadilah pertemuan antara seekor ikan besar dan seeokor burung di tepian danau tersebut, setiap habis bulan purnama pula lah selalu terdapat hamparan telur burung yang kemudian jadi santapan para pemancing.

Semenjak adanya danau tersebut, warga kampung sekitar menamakannya Danau Teluk Gelam. Danau adalah jelmaan dari kubangan babi yang digenangi air mata sang pangeran, sedangkan Teluk adalah kata dari telur dan Gelam adalah nama burung jelmaan dari si Putri Gelam, sampai saat ini danau tersebut identik dengan sebutan “DANAU TELUK GELAM” yang saat ini menjadi primadona kawasan Wisata Alam di Ogan Komering Ilir (OKI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar